Infeksi
yang terjadi pada orang normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan
kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yang
disebut sistem imun yang memberikan respons dan melindungi tubuh terhadap
unsur-unsur patogen tersebut. Respon imun sangat bergantung pada kemampuan
sistem imun untuk mengenali molekul asing (antigen) yang terdapat pada patogen
potensial dan kemudian membangkitkan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan
sumber antigen bersangkutan. Proses pengenalan antigen dilakukan oleh unsur
utama sistem imun yaitu limfosit yang kemudian diikuti oleh fase efektor yang melibatkan
berbagai jenis sel. Pengenalan antigen sangat penting dalam fungsi sistem imun
normal, karena limfosit harus mengenal semua antigen pada patogen potensial dan
pada saat yang sama harus mengabaikan molekul-molekul jaringan tubuh sendiri.
Oleh sebab itu limfosit pada seorang individu melakukan diversifikasi selama
perkembangannya sehingga populasi limfosit secara keseluruhan mampu mengenal
molekul asing dan membedakannya dari molekul jaringan atau sel tubuh sendiri
(Kresno, 2001). Immunomodulator adalah substansi atau obat yang dapat
memodulasi fungsi dan aktivitas sistem imun. Immunomodulator dibagi menjadi 3
kelompok menurut Block dan Mead (2003) yaitu :
1.
Imunostimulator,
berfungsi untuk meningkatkan fungsi dan aktivitas sistem imun.
2.
Imunoregulator,
artinya dapat meregulasi sistem imun dan
3.
Imunosupresor
yang dapat menghambat atau menekan aktivitas sistem imun.
Kebanyakan tanaman obat yang telah
diteliti membuktikan adanya kerja imunostimulator, sedangkan untuk
imunosupresor masih jarang dijumpai. Pemakaian tanaman obat sebagai
imunostimulator dengan maksud menekan atau mengurangi infeksi virus dan bakteri
intraseluler, untuk mengatasi imunodefisiensi atau sebagai perangsang
pertumbuhan sel-sel pertahanan tubuh dalam sistem imunitas, (Block dan Mead,
2003). Bahan yang dapat menstimulasi sistem imun disebut biological response modifiers (BRM), dibagi menjadi dua kelompok
yaitu bahan biologis berupa sitokin (interferon), hormon timus dan antibodi dan
kelompok sintetik berupa senyawa muramil dipeptida (MDP) dan levamisol (Tizard,
2000).
Mekanisme fisiologik imunitas
nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu
sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkan mikroba
tersebut. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi, misalnya jumlah sel darah
putih meningkat selama fase akut pada banyak penyakit. Disebut nonspesifik
karena tidak ditunjukkan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap
berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan
asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial
(Baratawidjaja, 2006).
Imunitas nonspesifik fisiologik berupa
komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah
mikroba masuk ke dalam tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya. Berbeda dengan
sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk
mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali
terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan
tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh
untuk kedua kali lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh karena itu, sistem
tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi
tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun
nonspesifik. Namun pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun
nonspesifik dan spesifik seperti antara komplemen fagosit-antibodi dan antara
makrofag-sel T (Baratawidjaja, 2012).
Sebanyak 20% dari semua leukosit
dalam sirkulasi darah adalah limfosit yang terdiri atas sel T dan sel B
yang merupakan kunci pengontrol sistem imun. Secara morfologik sangat sulit
untuk membedakan berbagai sel limfosit dan diferensiasi subkelas B dan sel T.
Sel-sel tersebut dapat mengenal benda asing dan membedakannya dari sel jaringan
sendiri. Biasanya sel limfosit hanya memberikan reaksi terhadap benda asing,
tetapi tidak terhadap sel sendiri, (Baratawidjaja, 2012).
Dalam tubuh sekitar 1012
limfosit yang disirkulasikan terus menerus dalam darah dan limfe, dapat
bermigrasi ke rongga jaringan dan organ limfoid serta merupakan perantara
berbagai bagian sistem imun. Sel limfosit merupakan sel yang berperan utama
dalam sistem imun spesifik, sel T pada imunitas selular dan sel B pada imunitas
humoral. Pada imunitas humoral, sel T CD4+ berinteraksi dengan sel B
dan merangsang proliferasi dan diferensiasi sel B. Pada imunitas selular, sel T
CD4+ mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba atau CD8+
untuk membunuh mikroba intraselular yang menginfeksi sel. Kedua sistem imun,
nonspesifik dan spesifik bekerja sangat erat satu dengan yang lainnya,
(Baratawidjaja, 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar